Beberapa hari yang lalu, sepupu jauh saya dari Brebes
datang berkunjung ke Depok. Saya senang sekali dia datang, karena pikir saya
dia akan membawakan banyak telor asin yang merupakan oleh-oleh khas kota
Brebes. Memang dia tetap membawa telor asin, namun hanya sedikit. Justru yang
mendominasi oleh-olehnya ketika itu adalah berbagai makanan yang terbuat dari
bekicot. Yay, bekicot? Kenapa nggak
ada oleh-oleh yang lebih manusiawi, sih? Kenapa dia nggak bawa oleh-oleh khas
lainnya semisal bawang merah yang juga merupakan ikon Brebes? Setidaknya kan
bawang merah masih bisa dijual ke ibu kost (tetap otak bisnis jalan, hahaha).
Well, saya akhirnya menerima oleh-oleh bekicot ini. Rinciannya makanan berbahan
dasar bekicot yang sepupu saya bawa ini adalah kripik bekicot, kerupuk bekicot
dan yang membuat saya bergidik ngeri ketika pertama kali melihat adalah tumis
bekicot. Saya rasa Indonesia belum miskin-miskin amat sampai-sampai bekicot
menjadi menu tumisan, ini serius?
Tumis Bekicot
Sepupu saya justru membangga-banggakan tumisan bekicot
tersebut sama enaknya dengan escargot,
sebuah makanan terkenal dari Prancis. Rasa-rasanya saya pernah mendengar kata
itu, dan seketika memori saya kembali mengingat bahwa escargot adalah salah satu makanan otentik negeri pusat mode dunia
tersebut.
Saat itu saya mendadak bimbang apakah akan mencoba si
tumisan bekicot yang diklaim sebagai kembaran jauh escargot atau lebih baik menolak dengan halus demi jaga-jaga agar
saya tidak muntah ketika mencicipinya. Kemudian saya melihat raut wajah saudara
saya yang begitu berharap saya memakan oleh-oleh yang dibawanya, dan terpaksa
saya mencobanya. Pelan-pelan saya masukkan ke dalam mulut dan ternyata ketika
mengunyahnya, saya menemukan satu rasa baru yang unik, gimana ya jelasinnya?
Enak banget ternyata dan akhirnya sukses membuat saya ketagihan untuk terus
memakannya.
Tekstur tumisan bekicot ini kenyal-kenyal seperti kikil
sapi, tapi lebih lembek dan rasanya gurih sedikit manis, plus bumbu yang pedas
jadi tambah yahud rasanya. Sepiring nasi putih sebagai teman makan itu tidak
cukup, alhasil saya menghabiskan dua setengah piring nasi dan tumisan bekicot
hingga sepupu saya ini mengomentari saya sebagai pendusta kuliner. Hehe, ya
sudahlah.
Keripik Bekicot
Akhirnya saya menemukan kesimpulan bahwa memang benar
kita tidak boleh menilai sesuatu dari tampilan luarnya, terlebih tentang
makanan, asalkan masih dalam koridor halal, tidak ada salahnya mencoba. Siapa
tau justru rasa enak dan menggoda yang didapat sehingga sukses membuat lidah
bergoyang. Tapi ini tidak berlaku pada buah duren yang menjadi makanan yang
paling saya benci. Sudahlah! Ketika menulis postingan ini, saya kembali
berharap bisa memakan daging bekicot, ketagihan ternyata!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar