Laman

Minggu, 01 April 2012

Bekicot With Love



Beberapa hari yang lalu, sepupu jauh saya dari Brebes datang berkunjung ke Depok. Saya senang sekali dia datang, karena pikir saya dia akan membawakan banyak telor asin yang merupakan oleh-oleh khas kota Brebes. Memang dia tetap membawa telor asin, namun hanya sedikit. Justru yang mendominasi oleh-olehnya ketika itu adalah berbagai makanan yang terbuat dari bekicot. Yay, bekicot? Kenapa nggak ada oleh-oleh yang lebih manusiawi, sih? Kenapa dia nggak bawa oleh-oleh khas lainnya semisal bawang merah yang juga merupakan ikon Brebes? Setidaknya kan bawang merah masih bisa dijual ke ibu kost (tetap otak bisnis jalan, hahaha).
Well, saya akhirnya menerima oleh-oleh bekicot ini. Rinciannya makanan berbahan dasar bekicot yang sepupu saya bawa ini adalah kripik bekicot, kerupuk bekicot dan yang membuat saya bergidik ngeri ketika pertama kali melihat adalah tumis bekicot. Saya rasa Indonesia belum miskin-miskin amat sampai-sampai bekicot menjadi menu tumisan, ini serius? 

Tumis Bekicot
 
Sepupu saya justru membangga-banggakan tumisan bekicot tersebut sama enaknya dengan escargot, sebuah makanan terkenal dari Prancis. Rasa-rasanya saya pernah mendengar kata itu, dan seketika memori saya kembali mengingat bahwa escargot adalah salah satu makanan otentik negeri pusat mode dunia tersebut.
Saat itu saya mendadak bimbang apakah akan mencoba si tumisan bekicot yang diklaim sebagai kembaran jauh escargot atau lebih baik menolak dengan halus demi jaga-jaga agar saya tidak muntah ketika mencicipinya. Kemudian saya melihat raut wajah saudara saya yang begitu berharap saya memakan oleh-oleh yang dibawanya, dan terpaksa saya mencobanya. Pelan-pelan saya masukkan ke dalam mulut dan ternyata ketika mengunyahnya, saya menemukan satu rasa baru yang unik, gimana ya jelasinnya? Enak banget ternyata dan akhirnya sukses membuat saya ketagihan untuk terus memakannya.
Tekstur tumisan bekicot ini kenyal-kenyal seperti kikil sapi, tapi lebih lembek dan rasanya gurih sedikit manis, plus bumbu yang pedas jadi tambah yahud rasanya. Sepiring nasi putih sebagai teman makan itu tidak cukup, alhasil saya menghabiskan dua setengah piring nasi dan tumisan bekicot hingga sepupu saya ini mengomentari saya sebagai pendusta kuliner. Hehe, ya sudahlah.

 Keripik Bekicot

Akhirnya saya menemukan kesimpulan bahwa memang benar kita tidak boleh menilai sesuatu dari tampilan luarnya, terlebih tentang makanan, asalkan masih dalam koridor halal, tidak ada salahnya mencoba. Siapa tau justru rasa enak dan menggoda yang didapat sehingga sukses membuat lidah bergoyang. Tapi ini tidak berlaku pada buah duren yang menjadi makanan yang paling saya benci. Sudahlah! Ketika menulis postingan ini, saya kembali berharap bisa memakan daging bekicot, ketagihan ternyata!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar