Ada yakitori dari Jepang, kebab dari Timur Tengah, shaslik dari Rusia atau souvlaki dari Yunani. Meskin namanya berbeda, namun semuanya merujuk pada satu jenis makanan yang sama yaitu potongan daging yang ditusukkan pada tusuk satai yang biasa kita kenal dengan sate atau satay dalam bahasa Inggris.
Tidak perlu menperdebatkan siapa yang pertama kali menemukan sate karena makanan ini merupakan salah satu jenis hidangan purbakala yang sudah ada sejak lama. Prinsip menancapkan daging ke sbuah tusukan kemudian membakarnya di atas api merupakan teknik masak – meskipun sepele – yang paling sederhana. Tanpa perlu wadah atau alat masak apapun, sate bisa dimasak dimana saja dan kapan saja, bahkan saat tersesat di hutan rimba sekalipun.
Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan tiga negara di Asia Tenggara yang sangat akrab dengan hidangan sate. Sebut saja sate Kajang yang sangat terkenal di Malaysia, pertama kali diperkenalkan oleh Haji Tasmin bin Sakiban yang menurut sebuah sumber buku kuliner mulai dijajakan dari rumah ke rumah pada tahun 1900 di daerah Kajang, negara bagian Selangor. Sate ini dapat terbuat dari daging ayam, kambing atau sapi. Lain dengan Singapura yang baru mengenal sate pada tahun 1940-an. Disana sate begitu populer sampai-sampai dibuatkan sebuah tempat makan bernama Satay Club yang ada di Beach Road sejak 1950-an yang kemudian dipindahkan ke Esplanade pada tahun 1960-an dan menjadi salah satu tujuan wajib wisatawan.
Kalau di Indonesia, sate sangat banyak sekali ragamnya, hampir setiap daerah memiliki sate khasnya masing-masing yang kian mewarnai khazanah kuliner Nusantara. Tidak jelas dari mana asal-muasal sate mulai berkembang di Indonesia, namun banyak yang mengatakan bahwa sate awal mulanya berasal dari tanah Jawa. Pendapat ini kelihatannya ada benarnya karena dari sekian banyak jenis sate di Indonesia, mayoritas berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar