Laman

Kamis, 29 Desember 2011

Opini: Jika Tanpa Nasi

Dulu kita pernah berswasembada pangan di era orde baru, dan kita juga bersyukur pada 2009 kemarin sempat kita mencapai titik swasembada pangan, walaupun secara kuantitas lebih kecil dibandingkan sebelumnya. Lalu kenapa kita tidak mampu untuk mempertahankannya? Dan kita lihat akhir-akhir ini banyak warga miskin hampir di seantero Indonesia kesulitan untuk sekedar makan nasi satu piring saja, padahal kekurangan pasokan beras pun tidak terjadi disini. Lalu kenapa?
Banyak warga miskin sulit untuk makan nasi, pun itu hanya sepiring nasi setiap harinya karena kian menggilanya kenaikan harga beras di pasaran. Yang berkualitas paling rendah saja sudah menyentuh harga Rp. 6.000,- per kilogramnya, tentu memberatkan banyak masyarakat, khususnya warga miskin. Hal ini dikarenakan beras merupakan jenis bahan pokok yang sensitif, yang dengan kebisuannya mampu membuat pusing negeri ini.
Akhirnya banyak warga miskin, tidak di desa dan di kota, sama-sama mencari alternatif lain sebagai pengganti panganan pokok mereka. Mulai dari umbi-umbian yang murah meriah seperti singkong dan ubi hingga nasi aking atau nasi sisa yang dijemur, biasanya untuk pakan unggas. Mereka terpaksa memakan makanan tersebut karena terdesak oleh kebutuhan pokok yang tak bisa ditunda yakni makan. Manusia butuh makan untuk tetap dapat bertahan hidup, dan untuk itu dibutuhkan asupan makanan yang begizi. Namun bagi banyak warga miskin saat ini, makan ya sebatas makan, tidak perlu memikirkan tetek bengek tentang gizi, apalagi hitung-hitungan kalori seperti banyak dibahas dalam resep-resep sehat. Pokoknya makan ya urusan perut kenyang, tak lebih.
Sebagai seorang manusia, tentu saya juga memiliki rasa iba melihat hal tersebut. Ingin membantu tapi harus bagaimana, bingung! Dengan penghasilan yang tak seberapa besarnya, sudah cukup pusing untuk mengatur kebutuhan sehari-hari dengan seefisien mungkin. Saat ini saya hanya mampu untuk ikhlas memberikan sedikit rezeki saya melalui badan amal ataupun secara langsung kepada yang membutuhkan jika saya alhamdulilah memiliki sedikit limpahan rezeki lebih. Saya yakin bukan saya saja yang iba dengan hal ini, banyak manusia-manusia Indonesia lainnya juga peduli dengan hal ini. Tapi kita bisa apa? Pemerintah lah yang lebih berwenang untuk mengatasi masalah ini karena tugas utamanya adalah memberikan sebuah pelayanan negara yang baik bagi warganya, yang mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Rakyat tidak minta makanan gratis setiap hari, tapi rakyat hanya minta kepastian pemerintahan dalam pembangunan kesejahteraan rakyatnya.
Ini adalah sebuah masalah besar yang akan menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah. Rakyat adalah hal nomor satu yang harus dipikirkan oleh pemerintah, karena bagaimanapun juga pemerintah ada karena rakyat. Jika saya hidup tanpa nasi, akan jadi apa saya? Belum tentu saya dapat hidup dengan tenang, pasti saya akan menggerutu terus akan hal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar