Laman

Selasa, 17 Januari 2012

Happy Ferdian on Fashion: Jeans oh Jeans

Bolehlah tren mode terus berganti tiap musimnya, dan sah-sah saja jika tuntutan mode membuat banyak orang bersusah payah untuk tampil trendi. Tapi akan sangat munafik jika seseorang berkata bahwa dirinya tidak peduli dengan mode, karena bagaimanapun secara tidak langsung, manusia pasti akan selalu terikat dengan mode untuk mengaktulisasikan dirinya. Pendapat ini dilontarkan terlepas dari stigma umum bahwa mode itu adalah sebuah tren yang dibuat dan dianjurkan oleh pakar-pakar di empat kota mode dunia dari New York hingga Milan, melainkan kenyataan bahwa mode berpakaian seseorang sangat berkaitan karakternya. Secuek-cueknya orang, pasti pernah dong berdiri mematutkan diri di depan cermin? Yeah sekedar merapikan rambut atau bahkan melihat pantulan diri sendiri secara sekilas sebelum melakukan suatu aktivitas.
Saya tidak akan berteori mengenai pertarungan antara si modis sadar mode dengan si cuek yang ‘bodoh amat’ dengan mode (padahal tanpa sadar dirinya juga melakukan aktivitas mode itu sendiri, yaitu berpakaian yang menurutnya pantas dikenakan). Saya disini akan membahasa mengenai celana denim, ya denim alias jeans. Saya akan membahas mengenai fenomena celana jeans yang berhasil menjadi item wajib di lemari pakaian perempuan dan laki-laki, juga menjadi senjata ampuh untuk tetap tampil gaya walaupun wajah sedang kucel.
Jeans juga merupakan jenis pakaian lintas usia, lintas kelas dan lintas budaya karena begitu mudah ditemukan dimana-mana dan harga terendah yang dijual pun benar-benar murah, terjangkau oleh banyak kantong. Selain itu, jeans juga menjadi salah satu jenis pakaian yang awet karena tekstur bahannya yang berserat kasar namun fleksibel, memungkinkan penggunanya menggunakan dalam berbagai aktivitas.

Namun, dalam beberapa kasus, jeans tidak selamanya menjadi jenis pakaian yang ramah bagi sejuta umat. Pernah suatu ketika tersiar kabar seorang anak di Filipina yang terkena penyakit pes akut pasca banjir besar yang mengepung kota Metro Manila pada pertengahan tahun 2005 silam. Setelah ditelisik ternyata, si anak ini tidak mencuci jeans-nya selama berbulan-bulan dan ketika banjir datang, ia kebetulan memakai jeans yang selalu di-reuse-nya tersebut tanpa pernah dicuci. Lalu, berbagai bibit penyakit yang datang bersamaan dengan banjir tersebut hingga di celana jeans-nya dan bermigrasi dengan mudahnya ke dalam tubuh si anak kecil ini. Ini benar-benar terjadi, namun entah apakah juga terjadi pada mereka-mereka yang menggunakan celana jeans hingga berminggu-minggu lamanya untuk kuliah tanpa pernah sering dicuci.  
Well, bagaimanapun juga, jeans adalah produk mode lintas budaya yang akan tetap jaya hingga masa depan, bahkan belakangan kian ‘diizinkan’ untuk masuk di berbagai rumah peribadatan. Tinggal menunggu saja suatu ketika protokoler istana turut mempersilahkan jeans melenggang masuk, karena inilah lambang kebebasan berekspresi sebenarnya, ya jika tidak dikatakan berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar